A. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Pemahaman dan interpretasi pelaku ekonomi
terhadap merek yang berbeda-beda tersebut karena adanya kepentingan yang
berbeda. Produsen terkadang melanggar merek karena menginginkan keuntungan
dengan cara yang melawan hukum. Contoh pelanggaran Honda oleh PT Tossa Sakti
Motor Demikian juga konsumen yang menganggap bahwa merek adalah kata yang dapat
dimiliki oleh siapa saja. Sehingga sebuah sepeda motor dapat dipasang merek
sepeda motor lainnya sesuai keinginannya..
Pelanggaran terhadap
merek, selain dipengaruhi oleh pemahaman yang keliru juga dipengaruhi oleh
budaya hukum masyarakat,Masyarakat tidak mempunyai budaya hukum sendiri.
Dalam masyarakat hukum yang baru terkadang tidak diterima atau ditolak.
Penolakan atau tidak menerima hukum berarti hukum tidak dilaksanakan, sehingga
fungsi hukum tidak efektif, yang pada akhirnya kesadaran hukum masyarakat
rendah,sehingga terjadi pelanggaran hukum.
Menurut UU No.19 th
1992 Jo UU No.14 tahun 1997 Jo UU No.15 Th. 2001, sistim kepemilikan
hak atas merek adalah dengan cara mendaftarkan merek tersebut di Kantor
pendaftaran merek yaitu Kantor Direktorat Patent dan Hak Cipta (Sistim
Konstitutif), sehingga yang memiliki hak atas merek adalah pihak yang
sudah mendaftarkan mereknya di Kantor Merek.
Apabila terjadi pelanggaran hak atas merek,
maka pemilik merek yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan, seperti
yang dilakukan oleh PT. Astra Honda Motor kepada PT. Tossa Shakti Motor. Dalam
mengajukan gugatan ke Pengadilan dasarnya adalah Pasal 90 sampai dengan 95 UU
No. 15 Tahun 2001 yaitu UU tentang Merek. Dari ketentuan Pasal 90 sampai dengan
Pasal 95 UU No.15 Tahun 2001 di atas dapat dijelaskan bahwa barang siapa
secara sengaja tanpa hak menggunakan tanda yang dilindungi indikasi awal dapat
dikenai sanksi berupa pidana
penjara dan pidana denda.
Penulis mengadakan penelitian tentang
Pemahaman dan Interpretasi Pelaku Ekonomi terhadap Perlindungan Hak Atas
Merek Kajian Hermeneutika, karena pemahaman dan interpretasi pelaku
ekonomi bervariasi terhadap hak atas merek sebagai hak kekayaan intelektual
yang harus dilindungi. Pihak yang melanggar Hak Atas Merek tidak memahami dan
menafsirkan bahwa hak atas merek dilindungi oleh undang-undang yaitu UU No. 15
Tahun 2001 tentang Merek. Kenyataan masih ada pelanggaran merek sepeda motor
milik PT. Astra Honda Motor oleh PT. Tossa Sakti motor.
A. 2. Fokus Studi
Pemahaman dan interpretasi pelaku ekonomi
berbeda-beda dan budaya hukum masyarakat dapat menimbulkan masalah hukum,
yaitu dapat terjadinya pelanggaran merek. Padahal merek yang terdaftar mendapat
perlindungan hukum baik secara preventif maupun represif yang diatur dalam
undang-undang Merek.. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh budaya masyarakat,
seperti ; nilai kearifan lokal, nilai religius, dan nilai hukum.
Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan penelitian yang dapat
dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana budaya hukum pelaku ekonomi terhadap
Hak Atas Merek ?
2. Mengapa pemahaman dan interpretasi pelaku ekonomi
terhadap pelanggaran Hak Atas Merek bervariasi ?
3. Bagaimana regulasi Hak Atas Merek yang melindungi
kepentingan Pemegang Hak Atas Merek Terdaftar ?
A. 3. Kerangka Pemikiran
. 1. Pemahaman dan Interpretasi atau Hermeneutika
Obyek kajian hermeneutika
yang pertama adalah berupa teks, lontar, atau ayat/wahyu Tuhan
yang tertuang dalm kitab suci. Pendapat ini benar manakala hermeneutika
dipresentasikan dalam teologi kristiani melalui dewa Hermes, Yahudi
melalui dewa Toth, dalam mitologi Mesir melalui Nabi Musa, kalangan umat Islam
melalui Nabi Idris. Mereka adalah penafsir ‘pesan, ayat dan wahyu Tuhan kepada
manusia”. Obyek kajian yang kedua berupa teks, naskah kuno,
dokumen resmi Negara atau konstitusi sebuah Negara. Pendapat ini benar
sebab dalam kehidupan Negara tidak semuanya dapat dipahami oleh
rakyatnya. Maka diperlukan suatu lembaga untuk menafsirkannya, bisa lembaga
Negara, badan hukum atau individu yang diberi wewenang dan tugas untuk itu.
Obyek kajian hermeneutika yang ketiga adalah ‘peristiwa
atau pemikiran Peristiwa atau hasil pemikiran manusia dapat digunakan
sebagai alat bukti atau sumber hukum.
Dari obyek kajian di atas maka obyek kajian
heremeneutika dalam penelitian ini lebih menitik beratkan kepada hermeneutika
hukum dokumen resmi negara yaitu merek yang terdapat dalam UU No.
15 Tahun 2001.
Paul Ricoeur, memadukan antara hermeneutika ilmu (metodologi)
dengan fenomenologi sebagai filsafat (ontology) Tujuannya adalah
mengembangkan sebuah hermeneutika yang metodologis sekaligus ontologis.
Hermeneutika yang
dikemukakan oleh Paul Ricoeur bertujuan menghilangkan misteri yang terdapat
dalam simbol, membuka makna yang sesungguhnya, sehingga mengurangi simbol yang
beraneka ragam. Langkah pemahamannya menurut Ricoeur adalah : Pertama langkah
simbolik atau pemahaman dari simbol ke simbol. Kedua pemberian
makna symbol serta penggalian yang cermat atas makna, Ketiga langkah
filosofis, yaitu berfikir dengan menggunakan simbol sebagai titik tolaknya.
Menurut Gadamer hermeneutika
pada awalnya di bawah pengaruh inspirasi ilmu hukum. Seperti dalam kodifikasi
Yustianus (Corpus Iuris Iustinani), pada abad ke-enam. Hal itu timbul
karena kebutuhan pada suatu metode membuat teks-teks yuridikal, yang berlaku
dari suatu periode historical terdahulu lewat interpretasi. Selanjutnya
hermeneutika dijadikan sebagai penafsiran teks yang dapat menginterpretasi
perilaku manusia.‘Titik tolak dari hermeneutika adalah kehidupan manusia dan
produk kulturalnya (Teks yuridikal ]Menurut Gadamer hermeneutika
merupakan bagian dari seluruh pengalaman manusia tentang dunia.
Hermeneutika dalam penelitian ini adalah
penafsiran dan pemahaman teks yang terdapat dalam Undang-Undang Merek No. 15
tahun 2001 mengenai pelanggaran Hak Atas Merek. Bentuk pelanggaran tersebut
adalah sebuah teks yang terdapat dalam Undang-Undang Merek. Oleh karena itu
perlu adanya penafsiran terhadap teks tersebut. Hermeneutika bertujuan
menghilangkan misteri yang terdapat dalam simbol dengan cara membuka
selubung-selubung yang menutupinya. Hermeneutika dapat membuka makna yang
sesungguhnya, sehingga dapat mengurangi keanekaragaman makna dari
simbol-simbol.
A. 3. 2. Pelaku Ekonomi
Kegiatan ekonomi akan
dapat berlangsung apabila ada ‘pihak yang menjalankan kegiatan ekonomi, yaitu pelaku ekonomi. Tanpa pelaku ekonomi
maka kegiatan ekonomi tidak mungkin dapat berjalan. Oleh karena itu pelaku
ekonomi sangat penting dalam kegiatan ekonomi. Dari pengertian tersebut dapat
dijelaskan bahwa pelaku ekonomi bisa produsen, dan konsumen.
A. 3. 3. Budaya Hukum
Budaya hukum atau
kultur hukum merupakan salah satu unsur dari sistem hukum. MenurutSatjipto
Rahardjo, budaya hukum merupakan nilai-nilai dan sikap masyarakat yang
dapat mempengaruhi kerjanya hukum.
Menurut Lawrence Friedman budaya
hukum dibedakan menjadi dua macam. Pertama ‘internal legal culture, yakni kultur hukumnya para lawyer’s
dan judged’s dan external legal culture, yakni kultur
hukum masyarakat pada umumnya. Semua kekuatan sosial akan mempengaruhi
bekerjanya hukum dalam masyarakat.
Sikap masyarakat,
salah satunya tidak melaksanakan produk hukum karena masyarakat mempunyai
budaya hukum sendiri. Hukum sebagai sistem nilai dalam masyarakat kadang
dipatuhi kadang tidak dipatuhi. Dalam suatu komunitas hukum kadang-kadang tidak
selalu dipatuhi.
Hubungan antara hukum
dan masyarakat, diungkapkan oleh H.L.A Hart, yang memperkenalkan tipe
masyarakat yaitu primary rules of obligation dan secundary rules
of obligation. Dalam tipe mayarakat primary (sederhana, kecil) tidak
dijumpai peraturan yang terperinci dan resmi. Tidak dijumpai adanya
diferensiasi dan spesialisasi badan-badan penegak hukum. Karena komunitasnya
kecil dan berdasarkan kekerabatan. Kontrol sosial bagi masyarakat ini
sudah dapat berjalan efektif. Oleh karena itu tidak perlu peraturan yang
terperinci dan resmi seperti undang-undang .
Budaya hukum menempati posisi yang strategis
dalam menentukan pilihan perilaku dalam menerima hukum atau justru sebaliknya
(menolak). Oleh karena itu suatu peraturan hukum akan diterima menjadi hukum
apabila benar-benar diterima dan digunakan untuk masyarakat, dipengaruhi oleh
budaya hukum masyarakat yang bersangkutan. Jadi budaya hukum masyarakat akan
mempengaruhi efektifitas hukum dalam masyarakat..
Kasus pelanggaran merek yang terjadi di
Indonesia sangat dipengaruhi oleh sikap dan pandangan masyarakat serta budaya
hukum terutama para pelaku ekonomi. Pelaku ekonomi berbeda budaya hukumnya.
Pelaku ekonomi yang mempunyai sikap dan pandangan yang maju dan mempunyai
budaya hukum (kesadaran hukumnya baik), sehingga tidak akan melakukan
pelanggaran hukum. Di lain pihak bagi pelaku ekonomi yang budaya hukumnya
kurang baik akan melakukan pelanggaran hukum.
A.
4. Tujuan Peneilitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan budaya hukum pelaku
ekonomi terhadap pelanggaran Hak Atas Merek.
2. Untuk mengidentifikasi dan manganalisis
pelanggaran terhadap Hak Atas Merek
3. Untuk menemukan bentuk regulasi Hak Atas Merek yang
melindungi kepentingan pemegang Merek terdaftar
A. 5. Metode
Penelitian
5. 1.
Paradigma
Paradigma] yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ‘Paradigma Deskriptif Analitis., paradigma yang
menggambarakan atau menganalisis bahwa ilmu
sosial sebagai analisis sistematis atau Social
meaningful action’ melalui pengamatan langsung terhadap aktor sosial dalam
setting yang alamiah, agar dapat memahami dan menafsirkan bagaimana aktor
sosial mencipta dan memelihara dunia sosial. Paradigma deskriptif analitis
secara ontologis menyatakan bahwa realitas itu ada dalam beragam bentuk
fenomena sosial yang didasarkan pada pengalaman sosial, bersifat lokal dan
spesifik serta tergantung pada pihak yang melakukannya. Karena itu realitas yang
diamati tidak dapat di-generalisasikan. Sehingga secara epistemologis antara
pengamat dengan obyek yang diamati merupakan satu kesatuan, subyektif dan
merupakan perpaduan antara keduanya. Secara metodologis paradigma deskriptif
analitis menerapkan metode hermeneutika dan dialektif dalam proses
mencapai kebenaran.
Dalam kegiatan ekonomi terjadi hubungan antara
produsen dengan podusen, produsen dengan konsumen, konsumen dengan konsumen.
Hubungan tersebut merupakan realitas yang terjadi dalam pengalaman sosial, bersifat
lokal dan spesifik serta tergantung pada pihak yang melakukannya..
A.
5. 2. Pendekatan
Penelitian ini
termasuk penelitian kualitatif, maka metode pendekatan yang digunakan adalah
metode Socio Legal. Penggunaan metode ini dimasudkan untuk memahami
keterkaitan antara hukum, budaya, nilai filosofis, nilai religius dengan
realitas masyarakat.
Digunakan pendekatan ini karena hukum tidak hanya
dipandang sebagai peraturan atau kaidah-kaidah saja, tetapi
meliputi bagaimana bekerjanya hukum dalam masyarakat serta bagaimana hukum
beriteraksi dengan lingkungan dimana hukum diberlakukan. Dengan UU Merek (UU
No. 15 Tahun 2001) memberi pemahaman dan penafsiran kepada pelaku ekonomi
terhadap pelanggaran Hak Atas Merek. Perlindungan Hak Atas Merek perlu
diberikan kepada pemilik Merek terdaftar sebagai bentuk perlindungan hukum.
A.
5. 3. Jenis Penelitian
Jenis dalam penelitian
ini adalah Socio Legal , karena hukum dipahami dan ditafsirkan
sebagai makna secara subyektif. Dimana setiap subyek hukum berbeda-beda
pemahaman dan penafsirannya. Penelitian ini adalah menggam-barkan bagaimana
pemahaman dan penafsiran dari pelaku ekonomi terhadap pelanggaran Merek, yang
merupakan realitas dan fenomena sosial yang menjadi pokok persoalan tanpa
melakukan hipotesa dan perhitungan statistik. fakta, realitas sosial yang ada,
pemahaman dan penafsiran secara subyektif dari pelaku ekonomi terhadap
pelanggaran Hak Atas Merek.
A. 5. 4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dipilih secara purposive,
yaitu dilaksanakan di Kota Semarang. Kota Semarang sebagai kota pemilihan
wilayah penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa Kota Semarang adalah
Ibukota Propinsi Jawa Tengah dan Pusat Kegiatan perdagangan yang potensial bagi
perusahaan dalam negeri maupun perusahaan luar negeri.
A. 5. 5. Informan
Dalam menentukan
informan menggunakan puprposive dengan mengikuti ‘Snow Ball’ hingga
mencapai titik-titik kejenuhan dalam arti kelengkapan dan validasi cukup untuk
kepentingan analisis. Peneliti menentukan informan kunci terlebih dahulu
sebagai pembuka jalan untuk menunjuk orang lain yang dapat memeberikan
informasi yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penulisan. Pemilihan
informan sesuai kebutuhan.
Informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Produsen dan Konsumen Sepeda Motor Merek Honda
dan Tossa
b. Pakar Merek dari Universitas Diponegaoro Semarang
c. Hakim Pengadilan Niaga Semarang
A. 5. 6. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah :
a. Instrumen utama adalah peneliti sendiri
b. Instrumen pembantu adalah buku catatan, alat perekam
A. 5. 7. Data
Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data yang langsung diperoleh dari sumber perta-ma, dan data sekunder adalah
data yang diperoleh dari sumber kepustakaan
A. 5. 8. Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data digunakan teknik
wawancara terarah dan mendalam, studi dokumentasi, dan observasi.
Penggunaan teknik pengumpulan data tersebut dilakukan secara bersama-sama dalam
rangka memperoleh data yang lengkap. Apabila ada kesulitan dilakukan dengan
teknik wawancara bisa dilakukan dengan observasi terlibat. Sebaliknya hal-hal
yang tidak diperoleh dengan observasi digunakan wawancara atau dengan studi
dokumentasi. Dan apabila tidak dapat diperoleh dengan studi dokumentasi maka
bisa diperoleh dengan wawancara atau observasi.
A. 5. 9. Analisis Data dan Validitas
data
Data dianalisis dengan
menggunakan Triangulasi data, yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan
data yang lain yang sesuai di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh. Menurut Sudarwan
Danim adalah ‘melakukan pengumpulan data untuk membuka peluang untuk
menguji bagaimana peristiwa dialami oleh kelompok yang berbeda dari orang-orang
yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula’.
Tujuan triangulasi ialah mengecek kebenaran
data tertentu dengan memban-dingkan dengan data yang diperoleh dari sumber
lain, pada berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan, dan
dengan menggunakan metode yang berlainan. Triangulasi tidak sekedar menilai
kebenaran data, tetapi juga menyelidiki validitas data itu, oleh karena itu
triangulasi bersifat reflektif.
Dengan prinsip Snow
balling, maka pilihan sumber informasi dalam perolehan data berakhir
apabila tidak ada lagi indikasi muncul informasi baru.
Validitas data. Data yang terkumpul dilakukan
pengecekan dengan Triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembandin. Teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber, Pattondalam Qualitative
Data Analysis : A Sourcebook of New Methods, sebagaimana yang dikutip olehLexi
Moleong yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan :
►membandingkan data hasil pengamatan dengan wawancara
►membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dikatakan secara pribadi.
►membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakan orang sepanjang waktu
►membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan
menengah, tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
►membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
Dengan penggunaan triangulasi sumber, diharapkan informasi yang
diperoleh dapat dicross cek, sehingga akurasinya dapat diuji.
Dengan melakukan analisis budaya, model dalam
metode analisis data dalam penelitian ini merupakan model interaktif yang
meliputi empat tahap pengumpulan data, tahab reduksi data, tahab pengujian data
dam verifikasi atau penarikan kesimpulan. Proses tersebut dapat digambarkan
sbb:
B. Merek Kajian Hermeneutik
B. 1. Merek adalah kata yang ada di depan dan merek dapat digunakan
siapa saja
Hermeneutik yang dimaksud di sini adalah
heremeneutik hukum yaitu pemahaman dan penafsiran terhadap hukum atau
Undang-Undang Merek. Menurut Pasal 1 UU UU No.15 Th. 2001 huruf a) Merek adalah
tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam dunia perdagangan barang atau jasa. Pengertian tersebut dapat
dijelaskan bahwa merek adalah suatu tanda pengenal suatu barang, yang
dapat digunakan untuk membedakan suatu produk dengan produk lain yang sejenis.
Dengan demikian konsumen dapat membedakan merek yang satu dengan yang
lain terhadap suatu produk barang atau jasa. Dengan merek masyarakat bisa
memilih, mana barang atau jasa yang diinginkan.
Merek dalam kajian hermeneutik dalam penelitian ini adalah merek
menurut pemahaman dan penafsiran pelaku ekonomi. Menurut produsen merek adalah
tanda pengenal yang berupa kata yang terdapat di depan., sedang kata yang
pelengkap yang ada di belakang bukanlah merek. Pandangan ini dikemukakan oleh
produsen yaitu PT Tossa Sakti Motor yang disebut merek adalah Honda karena di
deapan sedang kata Supra X dan Krisma, bukanlah merek karena ada dibelakang.
Atas dasar pemahaman tersebut maka PT Tossa Sakti Motor memproduksi sepeda
motor Tossa Supra X dan Tossa Krisma yang menurutnya bukan pelanggaran merek.
Hal inilah yang menjadi sumber masalahnya, disamping ada etiket yang tidak baik
yaitu untuk memperoleh keuntungan yang besar.
Penafsiran dan pemahaman yang keliru dan
adanya kepentingan yaitu memperoleh keuntungan yang besar serta budaya hukum
masyarakat, terutama kesadaran hukumnya yang kurang baik maka pelanggaran merek
dapat terjadi. Sebagai contoh adalah PT Tossa Sakti Motor yang kesadaran
hukumnya kurang. Karena dengan sengaja memproduksi sepeda motor yang mirip
dengan merek sepeda motor lainnya yang mempunyai Hak Merek, yaitu Honda.
PT. Tossa Sakti sebagai Perusahaan
harusnya mematuhi perturan perundang-undangan yang berlaku yaitu Undang-Undang
Merek. Memproduksi barang yang sama secara keseluruhan atau sebagin adalah
suatu palanggaran merek. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat kesadaran hukumnya
adalah kurang bahkan tidak baik, karena dilakukan secara sengaja, walaupun
menggunakan dalih bahwa merek adalah kata yang di depan.. Padahal merek
merupakan reputasi dan hak atas merek dalam memperolehnya perlu didaftarkan di
Kantor Depertemen Hukum dan Ham melalui Dirjen HAKI.
Permasalahan pelanggaran dan perlindungan
hukum terhadap merek bukanlah masalah baru. Konvensi Paris, melalui
amandemennya dalam konferensi Den Haag tahun 1925 telah memasukkan 6 bis yang
ditujukan untuk memberikan perlindungan hukum merek terkenal. Di Indonesia
merek mendapat perlindungan secara preventif dan represif yang diatur dalam
undang-undang Merek, namun dalam praktik pelanggaran merek tetap saja
berlangsung. seperti pelanggaran merek sepeda motor oleh PT. Tossa Motor
terhadap PT. Astra Honda Motor. yaitu merek Supra X dan Krisma
Pelanggaran merek juga disebabkan oleh
penafsiran konsumen yang golongan ekonomi dan tingkat pendidikannya
rendah. Pendidikan akan mempengaruhi pola pikir masyarakat. Dengan
pendidikan yang tinggi maka akan semakin tinggi daya pikirnya. Pelanggaran yang
dilakukan konsumen karena konsumen berprndidikan rendah. Konsumen tidak
memahami bahwa merek merupakan Hak Milik Intelektual yang dilindungi hukum.
Konsumen tidak menyadari bahwa apabila menggunakan merek adalah suatu
pelanggaran, yang dapat dikenai sanksi hukum yang berupa pidana ataupun denda.
Karena tidak paham maka tingkat kesadaran hukumnya rendah.
Perlindungan hukum yang diberikan oleh UU
Merek selain pasal tersebut di atas (Pasal 5 dan 6 UU Merek) adalah pasal
Ketentuan Pidana dalam, Pasal 90, 91, 92, 93 UU No. 15 Tahun 2001. Apabila ada
orang atau badan hukum melakukan pelanggaran merek akan dikenai pidana penjara
dan / atau denda. Contoh apabila melanggar Pasal 91 UU Merek. Barang siapa
dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya
dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan atau jasa
sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan dipidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus
juta rupiah)
B.
2. Pelanggaran Hak Atas Merek
Pelanggaran merek yang dilakukan oleh pelaku
ekonomi disebabkan oleh penafsiran yang bervariasi. Seperti telah dijelaskan di
aatas bahwa merek adalah sebuah kata yang setiap orang bisa menggunakannya.
Produsen sebagai pelaku ekonomi melakukan pelanggaran karena ada kepentingan
untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Pelanggaran yang dilakukan
adalah menggunakan merek sebagian dari merek pihak lain tanpa hak. Dengan harapan
produknya laku sehingga keuntungan yang dapat diperoleh. Hal tersebut
bertentangan dengan hukum Merek, seperti ketentuan dalam pasal. Pasal 91 UU
Merek “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek
yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk
barang dan atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan dipidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.
800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah). Pelanggaran merek ini terjadai
karena produsen ingin memperoleh keuntungan tetapi cara yang dilakukan adalah
merugikan pihak lain. Pelanggaran merek yang dilakukan oleh PT. Tossa Sakti
Motor juiga disebabkan oleh penafsiran yang yang keliru bahwa merek adalah kata
yang ada di ‘depan dan kata dibelakangnya bukanlah merek, seperti Honda Supra X
mereknya adalah Honda. Kata Supra X bukanlah merek, sehingga digunakan dalam
memperoduksi sepeda motor dengan merek Tossa Supra X.
Konsumen sangat mempengaruhi produsen yang
mempunyai etiket tidak baik. Produsen akan memproduksi barang yang dengan harga
murah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekuatan ekonominya
lemah. Terjadinya pelanggaran merek bisa disebabkan oleh perilaku konsumen.
Masayarakat yang tingkat pendidikan rendah daya pikirnya rendah dan kurang
memahami tentang merek. Hal ini memicu terjadinya pelanggaran merek. Pemahaman
tentang merek adalah sebuah kata yang mana siapa saja dapat
menggunakannya. Konsumen bisa merubah warna, tulisan, atau simbol suatu merek
sesuai keinginnnya. Motor Tossa bisa dirubah dengan stiker milik Honda agar
kelihatan seperti Honda. Apa yang dilakukan adalah sebuah pelanggaran merek,
yang menurut ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 Undang-undang tentang Merek adalah
pelanggaran merek. Bagi yang melakukan pelanggaran merek dapat dikenakan sanksi
pidana denda dan penjara seperti diatur dalam Pasal 90 sampai dengan Pasal 95
UU No. 15 Tahun 2001.
Kasus yang terjadi yaitu pelanggaran merek sepeda motor
merek Supra X dan Krisma adalah menggunakan merek yang sama pada
pokoknya. Karena sepeda motor tersebut hampir sama pada pokoknya dengan
merek Honda Supra X dan Honda Karisma.
B. 3 Makna Hukum Merek Bagi Pelaku
Ekonomi
Makna Hukum Merek bagi Produsen
Hukum merek sangat
bermakna bagi produsen, karena dapat diajidkan alat untuk melindungi haknya.
Merek mempunyai arti penting dalam suksesnya pemasaran. Sukses pemasaran akan
mempengaruhi kemajuan perusahaan, yaitu dapat maju dan meningkat. Dengan merek
terkenal maka akan terjamin kesuksesannya, seperti apa yang dikemukakan oleh
Insan Budi Maulana, bahwa merek adalah dianggap roh bagi suatu produk barang,
merek sebagai tanda pengenal dan tanda pembeda menggambarkan jaminan
kepribadian dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya. Merek sebagai roh
artinya merek manjadi bagian penting dari suatu produk..
Bagi produsen merek digunakan sebagai jaminan
kualitas produksi. Tidak bisa dibayangkan bahwa suatu produk tanpa merek, maka
produk tersebut tidak akan dikenal oleh konsumen dan masyarakat luas. Dengan
merek suatu produk akan dikenal oleh masyarakat sebagai konsumen. Apabila
konsumen sudah mengenal suatu produk dengan suatu merek terlebih mutunya baik
dan memuaskan, maka merek tersebut akan menjadi merek terkenal.
3. 2 Makna Hukum Merek
bagi Konsumen
Bagi konsumen merek adalah pilihan yang ada
yang akan dibeli. Dengan merek konsumen dapat memilih suatu produk yang
dinginkan sesuai dengan selera dan kemampuannya. Dalam pasar banyak produk
dengan berbagai merek. Konsumen dapat memilih barang yang diinginkan, sesuai
dengan selera dan kemampuannya. Contoh banyak produk sepeda motor dengan
berbagai merek. Konsumen dapat memilih produk mana dengan merek apa sesuai yang
diinginkan.. Di sini merek sebagai pilihan yang dicari oleh konsumen.
4. Regulasi Hak Atas Merek yang
melindungi Kepentingan Pemegang Merek
Hak atas merek adalah Hak Kekayaan Intelektual
yang harus dilindungi.. Dengan adanya perlindungan maka kepentingan pemegang
hak merek juga dilindungi. Dalam kenyataannya perlindungan terhadap Hak Atas
Merek belum baik terbukti masih terdapat pelanggaran merek, karena dalam
undang-undang tersebuut masih banyak celah yang dapat mempengaruhi timbulnya
pelanggaran merek. Oleh karena itu Undang-Undang perlu diregulasi. Dengan regulasi
diharapkan Hak Atas Merek terdaftar terlindungi dengan baik. Regulasinya adalah
terhadap pasal-pasal yang berhubungan dengan perlindungan Hak Atas Merek.
C. Simpulan dan Saran
1 Simpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan dari bab
ke bab seperti di atas maka dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1. Budaya hukum pelaku
ekonomi yaitu produsen dan konsumen terhadap Hak Atas Merek adalah bervariasi,
karena pelaku ekonomi mempunyai budaya hukum sendiri. PT. Tossa Sakti Motor
sebagai produsen kesadaran hukumnya tidak baik yaitu melakukan pelanggaran
merek karena dipengaruhi oleh kepentingan yaitu ingin memperoleh keuntungan
dengan cara mendompleng merek pihak lain yaitu Merek Honda (Supra X dan
Krisma). Konsumen melakukan pelanggaran merek karena kondisi ekonomi lemah dan
tingkat pendidikan yang rendah.
2. Pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh produsen maupun konsumen karena penafsiran terhadap
Undang-Undang Merek yang berbeda dengan apa yang dharapkan oleh pembuat
undang-undang. PT Tossa menafsirkan Merek adalah Kata yang ada di depan, sedang
kata yang ada di belakang bukanlah merek. Seperti Honda Astrea Supra X dan
Honda Karisma, mereknya adalah Honda. Bagi konsumen merek adalah kata yang mana
siapa saja dapat menggunakannya. Sepeda motor apapun dapat dirubah mereknya
sesuai dengan keingginannya. Merek yang bisa merupa kata, simbul dapat dipasang
pada sepeda motor sescara bebas.
1. UU No. 15 Tahun 2001
tentang Merek mempunyai makna bagi pelaku ekonomi baik produsen maupun konsumen
dan bagi penegak hukum.
1. Bagi produsen
undang-undang merek merupakan alat perlindungan bagi mereknya. Karena apabila
ada pelanggaran merek miliknya Undang-Undang Merek dapat dijadikan dasar dalam
menuntut terhadap pihak yang melanggar.
2. Bagi konsumen hukum
merek menjadi pedoman untuk memilih merek yang sah karena menurut undang-undang
merek, suatu merek adalah merek yang sah adalah merek yang terdaftar dalam
Daftar Umum Merek , yang pengaturannya terdapat dalam Undang-undang Merek
3. Pelanggaran Hak Atas
merek sering terjadi seperti pelanggaran Merek Honda yang dilakukan
oleh PT Tossa Sakti Motor. menunjukkan bahwa perlindungan Hak Atas Merek
belum seperti yang diharapkan. Maka perlu adanya regulasi terhadap
Undang-Undang Merek. Regulasinya segian pasal yang berhubungan dengan Hak Atas
Merek terdaftar. Dengan regulasi diharapkan pemegang Hak Atas Merek pemegang
merek lebih terlindungi kepentingannya.
C. 2. Rekomendasi
Regulasi agar pemegang Hak Atas Merek terdaftar terlindungi
haknya adalah sebagai berikut :
1. Karena Hak Atas Merek
adalah hak ekslusif yang diberikan negara kepemilikan hak atas merek
tidak dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Harusnya dalam jangka waktu yang
panjang (seumur hidup).
2. Hak atas merek
diperoleh dengan cara mendaftarkan ke Kantor Departemen Hukum dan HAM, berarti
menggunakan sistem Konstitutif. Penegakkan hukum yang tegas, dengan sanksi
denda lebih tinggi akan dapat mencegah terjadinya pelanggaran merek.
3. Dalam hal Lisensi
kepada Pihak Ketiga. Dalam Pasal 45 UU No. 15 Tahun 2001, tentang merek
disebutkan dalam perjanjian lisensi dapat ditentukan bahwa penerima Lisensi
bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga.penerima lisensi
tidak memberikan lisensi. Kepada pihak ketiga
4. Dalam Gugatan. Gugatan
Pelanggaran merek ditambah dengan gugatan dengan gugatan pemberhentian izin
usaha
5. Penyelesaian Sengketa
di luar Pengadilan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian lewat jalur
non hukum tidak mempunyai kekuatan hukum yang kuat.
6. Ketentuan Pidana,
dalam sanksi dendanya terlalu kecil dinaikkan lima kali lipat Denda yang tinggi
dapat menjadi dasar berfikir terhadap pihak yang aka menggunakan merek.
bBerbagai sumber
SILAHKAN COPY JIKA ARTIKEL INI MENARIK NAMUN HARAP CANTUMKAN SUMBERNYA
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
terima kasih telah berkunjung sobat.
Silahkan komentar,kritik dan sarannya
setidaknya tegur sapa.heheh