A. ANAMNESIS
1. Identitas
Nama :
Bp. S
Umur :
62 tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Alamat :
Jl Colombo 117 Yogyakarta
Pekerjaan :
Pensiunan TNI
2.
Keluhan Utama
Plenting-plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata
kiri
3.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 3 hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi
dan kelopak mata kiri. Mulanya muncul merah-merah dan plenting sedikit di dahi
kiri lalu bertambah banyak sampai ke kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa
nyeri dan berat jika digerakkan. Penderita juga merasakan nyeri di kulit daerah
munculnya plenting. Sehari sebelumnya penderita mengeluh tidak enak badan dan
demam ringan (panas nglemeng). Belum
pernah berobat untuk keluhan ini.
4.
Anamnesis Sistem
Sistem Cerebrospinal : Demam (+) ringan, Kejang (-)
Sistem Respirasi : Batuk (-), Pilek (-)
Sistem Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Sistem Gastrointestinal : Tidak ada keluhan
Sistem Urogenital : Tidak ada keluhan
Sistem Muskuloskeletal : Nyeri di daerah munculnya plenting
Sistem Integumentum : Plenting di daerah dahi dan
kelopak mata kiri
5.
Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat cacar air waktu kecil tidak
diketahui.
2. Riwayat DM kontrol teratur sejak 5
tahun yang lalu.
6.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang
memiliki keluhan serupa.
7.
Kebiasaan dan Lingkungan
1. Penderita mempunyai kebiasaan jalan
santai 1 jam setiap hari.
2. Penderita membatasi makan nasi karena
penyakit kencing manisnya.
3. Tidak merokok dan minum alkohol.
B.
PEMERIKSAAN
1.
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Vital Sign : Dalam batas normal
2.
Status Lokalis (Status Dermatologi)
Pada regio frontalis dan palpebra
sinistra terdapat vesikel dan bula multiple berkelompok, beberapa pecah menjadi
erosi dan krusta kekuningan.
3.
Pemeriksaan Penunjang
Belum dilakukan pemeriksaan penunjang,
tetapi untuk menegakkan diagnosis lebih pasti dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan penunjang sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Tzanck
2. DFA (Direct Fluorescence Antibody) atau PCR
3. Kultur
4. Monoclonal
Antibody Tests and Blood Mononuclear Cell Testing
5. Biopsi
(Moon
et al, 2011)
C.
DIAGNOSIS BANDING
1. Herpes Zoster
2. Herpes Simpleks
D.
DIAGNOSIS KERJA
Herpes Zoster
E.
TERAPI
1.
Farmakologi
2.
Non-farmakologi
3.
Penulisan Resep
|
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
INTERPRETASI HASIL ANAMNESIS
1.
Identitas
Dari
identitas dapat diketahui bahwa pasien termasuk dalam golongan usia lanjut (62
tahun). Saat manusia mengalami proses penuaan, terjadi berbagai perubahan pada
sistem fisiologisnya, salah satunya adalah sistem imun (Sudoyo et al, 2007). Karena perubahan sistem
imun tersebut, golongan usia lanjut lebih rentan terhadap berbagai penyakit.
2.
Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan pasien adalah munculnya
plenting-plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri.
Plenting-plenting
merupakan suatu kelainan yang berupa peninggian di atas permukaan kulit. Ada
beberapa macam Ujud Kelainan Kulit (UKK) yang disertai dengan peninggian, di
antaranya adalah :
1.
Urtika : edema
yang bersifat sementara dan hilang perlahan-lahan.
2.
Vesikel : peninggian
berbentuk gelembung yang berdiameter < 0,5 cm dan berisi cairan.
3.
Bula : peninggian
berbentuk gelembung yang berdiameter ≥
0,5 cm dan berisi cairan.
4.
Kista : ruangan
pada kulit yang mengandung cairan atau material semisolid.
5.
Pustul : peninggian
pada kulit yang berisi pus.
6.
Papul : peninggian
pada kulit yang berdiameter < 0,5 cm dan berisi materi solid.
7.
Nodul : massa
solid dengan atau tanpa peninggian, berdiameter > 0,5 cm pada palpasi.
(Djuanda
et al, 2009; Tim Blok Organ Indera,
2011)
Nyeri yang dirasakan pasien dapat
timbul karena proses fisiologis dalam tubuh sebagai respon terhadap adanya
kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2007).
3. Riwayat
Penyakit Sekarang
Menurut keterangan pasien, plenting-plenting di dahi dan
kelopak mata kiri muncul sejak 3 hari yang lalu. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa penyakit yang dialami pasien termasuk dalam fase akut.
Pada
awalnya, kelainan yang muncul adalah warna merah dan sedikit plenting di dahi
kiri kemudian bertambah banyak dan meyebar sampai ke kelopak mata kiri. Dari
keterangan tersebut dapat diketahui adanya progresifitas penyakit.
Selain
itu, pasien juga mengeluh sebelumnya merasa tidak enak badan dan demam ringan
(panas nglemeng). Hal itu menunjukkan
bahwa penyakit yang diderita pasien melibatkan respon tubuh secara sistemik dan
dapat dipertimbangkan adanya proses infeksi.
4. Anamnesis
Sistem
1.
Demam
ringan
Demam yang dirasakan pasien merupakan
respon tubuh terhadap penyakit yang sedang dialami pasien terutama infeksi.
2.
Nyeri
di daerah munculnya plenting
Nyeri yang dirasakan pasien merupakan
suatu respon tubuh terhadap kerusakan jaringan akibat penyakit yang dialami
pasien.
3.
Plenting
di daerah dahi dan kelopak mata kiri
Plenting yang muncul pada pasien
merupakan suatu respon tubuh terhadap infeksi yang dialami pasien. Respon
tersebut dapat berupa inflamasi ataupun infiltrasi sel-sel radang.
5. Riwayat
Penyakit Dahulu
Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketahui. Hal ini
bermanfaat untuk mempertimbangkan apakah penyakit yang dialami pasien merupakan
kekambuhan penyakit sebelumnya atau tidak.
Pasien
memiliki riwayat penyakit DM kontrol teratur sejak 5 tahun yang lalu sehingga
dapat disimpulkan bahwa penyakit yang saat ini dialami pasien kemungkinan bukan
merupakan komplikasi dari DM.
6. Riwayat
Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan
serupa. Jadi penyakit yang dialami pasien bukan karena tertular ataupun
diturunkan dari anggota keluarga.
7. Kebiasaan
/ Lingkungan
Pasien terbiasa jalan santai 1 jam setiap hari dan
membatasi makan nasi karena penyakit DM yang dideritanya. Kesan yang dapat
diambil dari hal tersebut adalah berat badan pasien cukup terkontrol sehingga
dapat disimpulkan bahwa penyakit yang saat ini dialami pasien bukan merupakan
akibat dari obesitas. Selain itu, dapat disimpulkan juga bahwa penyakit
tersebut bukan akibat dari rokok atau alkohol karena pasien tidak mengonsumsi
keduanya.
B. INTERPRETASI
HASIL PEMERIKSAAN
1. Status
Generalis
Pemeriksaan
status generalis yang meliputi keadaan umum dan vital sign pada pasien tidak
menunjukkan adanya kelainan.
2. Status
Lokalis
Pada status dermatologi didapatkan adanya vesikel dan
bula multipel berkelompok yang berlokasi di regio frontalis dan palpebra
sinistra. Vesikel dan bula terbentuk karena adanya celah pada berbagai lapisan
epidermis (intraepidermal) atau pada batas antara dermis dan epidermis
(subepidermal) (Freedberg et al,
2003; Tim Blok Organ Indera, 2011).
Vesikel
atau bula intraepidermal dapat terbentuk karena :
1.
Terdapat
celah di bawah stratum korneum, maka akan terbentuk vesikel atau bula subkorneal,
misalnya pada impetigo.
2.
Spongiosis
Vesikel spongiotik timbul karena
adanya edema interseluler (spongiosis) yang terjadi pada reaksi
hipersensitifitas tipe lambat di lapisan epidermis (misalnya pada dermatitis
kontak eksematosa) dan pompholyx. Vesikel spongiotik sangat mudah pecah dan
mudah kolaps.
3.
Akantolisis
Yaitu hilangnya jembatan interseluler
atau desmosom. Vesikel jenis ini dapat timbul pada pemphigus vulgaris (celah di
atas lapisan basal) dan pemphigus foliaceus (celah di bawah lapisan
subkorneal).
4.
Degenerasi
balon
Yaitu pembengkakan sitoplasma desertai
hilangnya ikatan keratinosit. Penyebabnya adalah virus, misalnya pada herpes
zoster, herpes simpleks, variola, dan varisela. Bula yang terbentuk karena
virus memiliki penekanan di bagian tengahnya.
(Freedberg et al, 2003; Tim Blok Organ Indera, 2011)
Sedangkan vesikel dan bula subepidermal terjadi karena
fragilitas mekanik, proses autoimun, atau perubahan genetis salah satu komponen
basement-membran zone, misalnya pada
pemphigoid, eritema multiforme, porphyria cutanea tarda, dermatitis herpetiformis,
dan epidormilisis bulosa (Freedberg et al,
2003; Tim Blok Organ Indera, 2011).
Untuk
membedakan kedua jenis vesikel dan bula tersebut adalah dengan melihat
ketebalan dan kekakuan dindingnya. Apabila dindingnya kaku atau tidak mudah
kolaps, maka vesikel atau bula tersebut merupakan jenis subepidermal.
Sebaliknya, apabila dindingnya lemah maka merupakan jenis intraepidermal
(Freedberg et al, 2003).
Selain
vesikel dan bula, pada regio frontalis dan palpebra sinistra juga terdapat
erosi dan krusta kekuningan. Erosi timbul karena pecahnya vesikel dan bula yang
kemudian menghasilkan krusta. Krusta berwarna kuning karena terdapat deposit
serum yang mengering (Freedberg et al,
2003).
3. Pemeriksaan
Penunjang (Usulan)
Berdasarkan warna krusta yang kuning dan isi vesikel yang
jernih, dapat dipertimbangkan bahwa penyakit yang dialami pasien merupakan
suatu infeksi virus, maka untuk menegakkan diagnosis yang lebih pasti dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang berikut :
1.
Pemeriksaan
Tzanck
Pada pemeriksaan Tzanck dapat terlihat
multinucleated giant cell, tetapi
pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara virus herpes zoster dengan virus
herpes lain (Moon et al, 2011).
2.
DFA
(Direct Fluorescence Antibody) atau
PCR
DFA atau PCR dilakukan saat fase akut.
Pemeriksaan ini lebih sensitif dan lebih spesifik daripada pemeriksaan Tzanck,
sehingga dapat membedakan antara virus herpes zoster dengan virus herpes
simpleks (Moon et al, 2011)
3.
Kultur
virus
Kultur dapat diambil dari cairan vesikel,
darah, cairan serebrospinal, atau jaringan yang terinfeksi (Freedberg et al, 2003). Kultur virus tidak terlalu
bermanfaat bila dilakukan pada fase akut (Moon et al, 2011).
4.
Monoclonal Antibody Tests and Blood
Mononuclear Cell Testing
Menurut penelitian, Monoclonal Antibody Tests and Blood
Mononuclear Cell Testing dapat mendeteksi digunakan untuk mendeteksi DNA
virus (Moon et al, 2011).
5.
Biopsi
Biopsi dapat membantu menegakkan
diagnosis pada stadium prevesikular dan pada lesi atipikal (Freedberg et al, 2003).
C. DIAGNOSIS
BANDING
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat
disimpulkan 2 diagnosis banding, yaitu herpes zoster dan herpes simpleks karena
keduanya memiliki manifestasi klinis yang hampir serupa, di antaranya :
1.
Herpes
zoster dan herpes simpleks (khususnya infeksi primer) sama-sama disertai gejala
sistemik seperti demam dan malaise, tetapi pada herpes zoster gejala tersebut
hanya sebagai gejala prodromal saja.
2.
Herpes
zoster dan herpes simpleks menunjukkan kelainan kulit yang sama, yaitu adanya
vesikel dan bula berisi cairan jernih yang kemudian apabila pecah menghasilkan
erosi dan krusta.
D. DIAGNOSIS
KERJA
Dari
2 diagnosis banding yang sebelumnya telah ditetapkan, dapat diambil satu
diagnosis sebagai diagnosis kerja yaitu herpes zoster, karena :
1.
Pada
pasien, keluhan kelainan kulit muncul di daerah dahi dan kelopak mata yang
merupakan daerah predileksi herpes zoster karena herpes zoster sering mengenai
daerah yang dipersyarafi nervus oftalmikus dan ganglia sensorik T1 – L2
(Freedberd, 2003), sedangkan herpes simpleks terutama menyerang mulut dan
hidung (HSV-1) serta genital (HSV-2) (Djuanda, 2009).
2.
Pada
pasien, awalnya vesikel dan bula muncul di dahi kiri kemudian menyebar ke
kelopak mata kiri, hal ini menunjukkan bahwa pola penyebarannya mengikuti
daerah yang dipersyarafi cabang pertama nervus trigeminus, yaitu nervus
oftalmikus. Pada herpes zoster, lesi melibatkan daerah dermatom yang luas,
sedangkan pada herpes simpleks (khususnya infeksi rekurens) hanya sedikit
melibatkan daerah dermatom (Oxman, 2009).
3.
Pasien
mengeluhkan nyeri di daerah lesi dan kelopak mata terasa berat jika digerakkan.
Pada herpes zoster dan herpes simpleks sama-sama terdapat nyeri, tetapi nyeri
yang timbul pada herpes zoster lebih berat dibandingkan dengan nyeri pada
herpes simpleks, karena virus herpes zoster berkembang dan menyebar melalui
ganglion sensorik yang terinfeksi sehingga menimbulkan inflamasi dan nekrosis
di neuron tersebut yang kemudian akan menghantarkan impuls nyeri ke otak
(Oxman, 2009). Kelopak mata yang terasa berat jika digerakkan juga merupakan
suatu tanda adanya infeksi pada nervus oftalmikus.
E. TERAPI
SILAHKAN COPY JIKA ARTIKEL INI MENARIK NAMUN HARAP CANTUMKAN SUMBERNYA
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
terima kasih telah berkunjung sobat.
Silahkan komentar,kritik dan sarannya
setidaknya tegur sapa.heheh