Sumber Ilustrasi: Batam Today
Urbanisasi merupakan salah satu
gejala yang banyak menarik perhatian dewasa ini karena tidak hanya berkaitan
dengan masalah demografi, tetapi juga mempunyai pengaruh penting terhadap
proses pertumbuhan ekonomi (Davis, 1987, Pernia, 1984 dalam KebanT.Y, 1990).
Dalam batas-batas tertentu urbanisasi dapat mendorong pembangunan tetapi
sebaliknya dapat juga menghambat pembangunan. Hubungan yang positif antara
tingkat urbanisasi suatu negara, dengan tingakat pendapatan per kapita negara
yang bersangkutan, hal ini didukung oleh data empiris pada beberapa negara sehingga memberikan keyakinan bahwa
urbanisasi mempunyai peran yang penting dalam pembangunan berimplikasi bahwa
dalam rangka mempercepat proses pembangunan, urbanisasi diperlukan.
Ada
pendapat lain dimana tidak menerima hipotesisi tersebut, ia berpendapat bahwa
proses yang tidak terkendalikan justru akan menimbulkan berbagai akibat
negatif, baik terhadap negara secara keseluruhan maupun terhadap penduduk kota
serta daerah terbelakang, dimana proses urbanisasi yang berlebihan menunjukkan
adanya spatio-demographic imbalance atau sering dikenal dengan istilah over
urbanization atau pseudourbanization (Smith, 1988, dalam KebanT.Y, 1990) dan
urban primacy dimana timbulnya dominasi kota besar terhadap kota-kota kecil
sehingga tidak berkembang, dimana proses ini sering dianggap sebagai penghambat
pembangunan.
A.
Pengertian Urbanisasi
Sebelum menjawab tentang
faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya urbanisasi dan dampak yang
ditimbulkan, serta strategi kebijakannya terlebih dahulu diterangkan tentang
apa yang dimaksud dengan urbanisasi.
Menurut Keban T. Y dalam Poungsomlee
dan Ross (1992), urbanisasi merupakan suatu gejala yang cenderung dilihat dari
sisi demografis semata-mata, hal ini sebenarnya kurang tepat karena urbanisasi
dapat dilihat secara multidimensional. Disamping dimensi demografis, urbanisasi
juga dapat dilihat dari proses ekonomi politik (Drakakis-Smith,1988),
modernisasi (Schwab,1982) dan legal (administrasi).
Dilihat dari segi pendekatan
demografis urbanisasi dapat diartikan sebagai proses peningkatan konsentrasi
penduduk diperkotaan sehingga proporsi penduduk yang tinggal diperkotaan secara
keseluruhan meningkat, dimana secara sederhana konsentrasi tersebut dapat diukur
dari proporsi penduduk yang tinggal diperkotaan, kecepatan perubahan proporsi
tersebut atau kadang-kadang perubahan jumlah pusat kota.
Dari pendekatan ekonomi politik,
urbanisasi dapat didefinisikan sebagai transformasi ekonomi dan sosial yang
ditimbulkan sebagai akibat dari pengembangan dan ekspansi kapitalisme
(Drakikis-Smith,1988). Sedangkan dari konteks moderinisasi, urbanisasi dapat
dipandang sebagai perubahan dari orientasi tradisional ke orientasi modern
tempat terjadi difusi modal, teknologi, nilai-nilai, pengelolaan kelembagaan
dan orientasi politik dari dunia barat (kota) ke masyarakat tradisional (desa).
Sedangkan konteks legal, urbanisasi
dapat dilihat dari pengembangan kota/kotamadya yang telah ada. Kota-kota
tersebut secara hukum memiliki batas administrasi tertentu, dan hanya dapat
berubah melalui suatu aturan legal-formal. Konteks ini berbeda dengan konteks
fungsional batas-batas kotanya lebih ditentukan oleh fungsi atau karakteritik
lokasi.
Everet S. Lee (1976) mendefinisikan
pengertian migrasi dalam arti luas yaitu perubahan tempat tinggal secara
permanen tidak ada pembatasan jarak perpindahan dan sifatnya serta setiap
migrasi mempunyai tempat asal, tempat tujuan dan adanya rintangan yang
menghambat / rintangan.
Adapun faktor-faktor sehingga
terjadi urbanisasi dimana faktor sosial ekonomi
di daerah asal yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan (needs)
seseorang menyebabkan orang tersebut ingin pergi ke daerah lain yang dapat
memenuhi kebutuhan tersebut. Jadi antara daerah asal dan daerah tujuan terdapat
perbedaan nilai kefaedahan wilayah (place utility). Dimana daerah tujuan harus
mempunyai nilai kefaedahan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah
asal untuk dapat menimbulkan mobilisasi penduduk. Ada beberapa kekuatan yang
menyebabkan orang terikat pada daerah asal dan ada juga kekuatan yang mendorong
orang untuk meninggalkan daerah asal (Mitchell, 1961). Kekuatan yang mengikat
orang untuk tinggal di daerah asal di sebut kekuatan sentripetal (centripetal
forces) dapat berupa ikatan kekeluargaan, hubungan sosial, pemilikan tanah, dan sebagainya dan
kekuatan yang mendorong orang untuk meninggalkan daerah asal di sebut kekuatan
sentrifugal (centrifugal forces) dapat berupa lapangan pekerjaan yang terbatas
atau kurang lapangan pekerjaan selain agraris perbedaan upah antara desa dengan
kota atau mungkin kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia di daerah asal,
dan lain-lain.
Everet S. Lee (1966), Todaro (1979)
dan Titus (1982) berpendapat bahwa motivasi sesorang untuk pindah adalah motif
ekonomi, motif tersebut berkembang karena adanya ketimpangan ekonomi antar
daerah. Todaro menyebut motif utama tersebut sebagai pertimbangan ekonomi yang
rasional.
Everet S. Lee (1976) menyimpulkan
bahwa terdapat perbedaan tingkat upah kerja antara perdedaan dengan perkotaan
yang menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk dari desa ke kota yang pesat.
Mobilisasi ke perkotaan mempunyai
dua harapan, yaitu harapan untuk memperoleh pekerjaan dan harapan untuk
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi daripada yang diperoleh di perdesaan,
dengan demikian mobilitas desa-kota sekaligus mencerminkan adanya
ketidakseimbangan antara desa dengan kota, oleh karena itu arah pergerakan
penduduk juga cenderung ke kota yang
memiliki kekuatan yang relatif besar sehingga diharapkan dapat memenuhi
pamrih-pamrih ekonomi mereka.
Selain itu Everet S. Lee (1976) juga
mengemukakan bahwa yang mendorong untuk migrasi kadang-kadang bukan faktor
nyata yang terdapat di tempat asal dan tempat tujuan tetapi adalah tanggapan
seseorang terhadap faktor-faktor itu dan terutama tentang keadaan di tempat
tujuan berdasarkan informasi dan hubungan-hubungan yang diperoleh sebelumnya.
Penelitian Roberts (1978) di negara-negara Amerika Selatan, Hugo (1975) di Jawa Barat dan Mantra serta Molo (1986)
mengenai mobilitas sirkuler penduduk di enam kota besar di Indonesia
menyimpulkan bahwa informasi dan hubungan-hubungan itu terjadi antara famili /
keluarga dan kerabat sedaerah asal.
Jadi
kekuatan sentripetal (centripetal forces) sebagai kekuatan yang mengikat
tinggal di daerah asal, antara lain adalah :
·
Jalinan persaudaraan /
kekeluargaan yang erat di desa
·
Sistem gotong royong
masyarakat perdesaan
·
Keterikatan pada tanah
pertanian (budaya agraris)
·
Keterikatan pada tanah
kelahiran, aspek religius yang bersifat pribadi, adanya makam keluarga dan
sebagainya.
Sedangkan kekuatan sentrifugal
(centrifugal forces), sebagai kekuatan mendorong untuk meninggalkan daerah asal
atau kekuatan yang melawan kekuatan sentrifugal sehingga terjadi migrasi
sirkuler (Hugo, 1975 dan Mantra, 1980) dan Mitchell (1961).
Adapun
kekuatan pengikat untuk tetap tinggal di daerah asal adalah :
Ø Penghasilan
di desa relatif rendah
Ø Tidak
ada / kurang pekerjaan selain pertanian
Ø Tidak
punya lahan pertanian atau punya lahan pertanian tapi sempit.
Ø Rendahnya
penghasilan di desa berkaitan erat juga dengan tidak dimilikinya lahan atau
lahan yang dimilikinya sempit.
Adanya perbedaan tingkat kehidupan
antara ke dua daerah tersebut yakni kota dan desa, baik perbedaan tingkat ekonomi,
sosial maupun politik, sehingga kota seakan-akan selalu memberikan kesan yang menyenangkan bagi
penduduk desa, karena dikota segalanya dapat dipenuhi dengan mudah, baik
kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.
Kota
memberikan bayangan tentang kesenangan hidup dan mudahnya mencari pekerjaan
yang layak dengan tidak perlu mengotori tangan.
Disamping adanya faktor penarik yang
berasal dari kota, kesulitan-kesulitan hidup yang dirasakan di desa menjadi
faktor pendorong bagi terlaksananya proses urbanisasi. Satu hal yang patut
dicatat adalah kebayakan dari mereka yang berpindah tempat ke kota ini bukan
semata-mata untuk meninggalkan status mereka saja (mobilitas sosial), tetapi
lebih merupakan dorongan karena semakin sulitnya mencari kehidupan yang layak
di daerah perdesaan.
Lihat Juga : Surat Perjanjian Jual Beli Motor
] Faktor Pendorong (Push Factors)
Adapun
yang tergolong sebagai faktor pendorong adalah sebagai berikut :
v Semakin
terbatasnya lapangan kerja di perdesaan
v Kemiskinan
di desa akibat bertambah banyaknya jumlah penduduk
v Transportasi
desa-kota yang semikin lancar
v Tingginya
upah buruh di kota dibandingkan di desa
v Bertambahnya
kemampuan membaca dan menulis atau tingkat pendidikan di masyarakat desa.
v Tata
cara dan adat istiadat yang kadang-kadang dianggap sebagai “beban” oleh
masyarakat desa.
Fator Penarik (Pull Factors)
Adapun
yang tergolong sebagai faktor penarik adalah sebagai berikut :
·
Kesempatan kerja yang
lebih luas dan bervariasi di kota
·
Tingkat upah yang lebih
tinggi
·
Lebih banyak kesempatan
untuk maju (diferensiasi pekerjaan dan pendidikan dalam segala bidang)
·
Tersedianya
barang-barang kebutuhan yang lebih lengkap
·
Terdapatnya macam-macam
kesempatan untuk rekreasi dan pemanfaatan waktu luang (plesure time), seperti
bioskop, taman-aman, hiburan dan sebagainya
Selain
faktor pendorong dan penarik yang
disebabkan di atas, menurut Hauser,
(1985 :25) yang juga mempengaruhi
laju urbanisasi dari desa ke kota antara lain, yaitu :
o Perubahan
teknologi yang lebih cepat dibidang pertanian dari pada di bidang non
pertanian, yang mempercepat arus penduduk dari perdesaan.
o Kegiatan
produksi untuk ekspor terpusat di kawasan kota
o Pertambahan
alami yang tinggi di perdesaan
o Susunan
kelembagaan yang mambatasi daya serap perdesaan, seperti sistem pemilikan
tanah, kebijakan harga dan pajak yang bersifat menganak-emaskan penduduk
perkotaan.
o Layanan
pemerintah yang lebih berat pada perkotaan
o Kelembagaan
(intertia) – faktor negatif yang menahan penduduk tetap tinggal di perdesaan
o Kebijaksanaaan perpindahan penduduk oleh pemerintah dengan
tujuan mengurangi arus penduduk dari perdesaaan ke perkotaan.
Lihat Juga : Bahaya Asap Rokok
B.
Dampak Urbanisasi
Urbanisasi juga menimbulkan berbagai
akibat (dampak) tertentu yang dirasakan oleh oleh daerah penerima dan daerah
yang ditinggalkan meskipun urbanisasi ini oleh sebagaian ahli, dianggap membawa
dampak positif terutama bagi perkembangan kota, tetapi tidak sedikit pula
dampak negatif yang ditimbulkannya.
Bagi
mereka yang memandang urbanisasi membawa dampak positif mengatakan, antara lain
:
·
Urbanisasi merupakan
faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
·
Urbanisasi merupakan
suatu cara untuk menyerap pengetahuan dan kemajuan-kemajuan yang ada di kota
·
Urbanisasi yang
menyebabkan terjadinya perkembangan kota, selanjutnya memberikan getaran
(resonansi) perkembangan bagi daerah-daerah perdesaan sekitarnya.
Selain dampak positif yang
ditimbulkan juga menimbulkan dampak yang negatif, baik dampak yang negatif itu
dirasakan daerah perkotaan juga dirasakan pula oleh daerah perdesaan.
Urbanisasi di kota dapat menimbulkan
masalah “over urbanization” dan “urban primacy. Over urbanization” yaitu
kelebihan penduduk sehingga melebihi daya tampung kota. Ini merupakan gejala
makin meningkatnya daya tarik kota besar yang menimbulkan dysfunctional
condition. Hal ini dapat dilihat dengan ketimpangan antar daerah dan semakim
beratnya beban pemerintah kota. Sedangkan urban primacy adalah timbulnya
dominasi kota besar terhadap kota-kota kecil sehingga tidak berkembang,
dominasi tersebut dapat dilihat dari
konsentrasi ekonomi, alokasi sumber daya, pusat pemasaran, pusat pemerintahan
dan nilai-nilai sosial politik.
Over urbanization dan urban primacy
adalah merupakan masalah yang di rasakan oleh kota dimana akan menimbulkan
masalah-masalah yang akan mempengaruhi perkembangan suatu kota, adapun
masalah-masalah yang dapat ditimbulkan antara lain :
Lihat Juga : Definisi Schizofrenia dan Pengertiannya
1.
Pengangguran
Hal
ini merupakan masalah yang cukup serius yang banyak dihadapi oleh kota-kota
besar. Masalah ini timbul berkaitan dengan terjadinya over urbanization. Karena
sebagian migran yang masuk ke kota tidak memiliki keterampilan sesuai dengan
keahlian yang dibutuhkan, maka para migran tersebut kebanyakan hanya bekerja
sebagai buruh kasar secara temporer (sektor informal). Setelah pekerjaan mereka
selesai, maka mereka sepenuhnya menjadi mengangur. Besarnya tingkat
pengangguran di kota merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya
pekerjaan kurang layak bagi kemanusiaan
seperti mengemis, mencopet dan sebagainya, tingginya tingkat pengangguran
tersebut dapat meningkatkan angka kriminal.
2.
Perumahan / Permukiman Kumuh
Salah
satu karakteristik kota adalah tingginya tingkat kepadatan penduduik, dimana
kepadatan penduduk yang tinggi menyebabkan tidak seimbangnya antara ruang dan
jumlah penduduk, sehingga masalah permukiman merupakan salah satu masalah yang
ditimbulkan oleh over urbanization.
Hal
ini menimbulkan masalah daya dukung kota dalam bentuk yang tidak seimbang
antara ruang dan lahan yang dibutuhkan dengan jumlah penduduk yang ada. Masalah
permukiman selanjutnya merupakan salah satu sebab timbulnya lingkungan hidup
yang tidak sehat, berupa permukiman liar dan perkampungan kumuh (slum area),
sehingga pendirian rumah-rumah liar ini sangat menganggu tata kota dan
keindahan kota.
3.
Transportasi
/ Lalu Lintas
Kepadatan
penduduk dan tingginya tingkat mobilitas penduduk diperkotaan menjadikan sarana
transportasi menjadi penting artinya. Sarana transportasi diperkotaan dapat
menimbulkan masalah apabila jumlah kendaraan tidak seimbang dengan panjang
jalan yang ada. Rasio jumlah kendaraan dan panjang jalan menentukan terjadinya
masalah lalu lintas seperti kemacetan, pelanggaran-pelanggaran dan tingginya
tingkat angka kecelakaan lalu lintas.
Kepadatan
lalu lintas ini menurut Sadono Sukirno dalam Khairuddin (199:220), menimbulkan
beberapa jenis biaya sosial dan ekonomi pada masyarakat :
¨ Mempertinggi tingkat kecelakaan
¨ Mempertinggi biaya pemeliharaan kendaraan
karena penggunaan minyak yang lebih banyak dan mempercepat kerusakan kendaraan
¨ Mempertinggi ongkos pengangkutan
¨ Menimbulkan masalah pencemaran udara yang
serius.
Kepadatan
lalu lintas di kota-kota besar sangat terasa pada jam-jam puncak/sibuk, yaitu
pada waktu pagi hari dan siang hari atau sore hari dimana pada saat itu semua orang melaksanakan aktivitasnya sehari-hari
seperti ke kantor, ke sekolah dan
sebagainya.
4.
Degradasi Moral dan Kejahatan
Sebagai mana yang diketahui bahwa
masyarakat kota mempunyai ciri-ciri heterogenitas yang tinggi dan satu sama
lain kurang/tidak saling mengenal. Hal ini akan menimbulkan sikap acuh tak acuh
dan semakin lemahnya kontrol sosial.
Kondisi ini akan menyebabkan sikap individu lebih bebas untuk melakukan suatu
tindakan yang dianggap menguntungkan bagi dirinya sendiri meskipun itu sudah bersifat
deviasi atau menyimpang dari nilai-nilai moral yang berlaku. Tindakan patologis
ini semakin besar dengan besarnya pula permisiveness terhadap
perbuatan-perbuatan menyimpang yang dilakukan anggota-anggota masyarakat.
Sikap menegur dan memberi nasehat bagi
sebagian orang sudah dianggap mencampuri urusan orang lain, sehingga sangat
jarang timbul reaksi dari masyarakat terhadap pelanggaran-pelanggaran moral
tersebut,
Kejahatan adalah suatu tindakan
yang kalau boleh dikatakan sifatnya
sangat klasik, dari zaman dahulu orang sudah
mengenal tindak kejahatan dengan segala bentuknya, yang mungkin berbeda
dari zaman ke zaman adalah kapasitas kejahatan, tindak kejahatan dari hari
kehari semakin bervariasi dan sudah mengarah kepada tindakan sadisme, hal ini
terutama terjadi pada kota-kota besar sebab lemahnya kontrol sosial dari
kalangan masyarakat, sehingga semakin sulit untuk memberantasnya.
Lihat Juga : Gangguan Hubungan Sosial
C. Strategi Kebijakan Untuk Mengurangi Arus
Urbanisasi
Berdasarkan
analisis aspek demografis secara umum masalah urbanisasi belum sampai pada
kondisi kritis atau menghawatirkan, akan tetapi bila dilihat dari segi
kecepatannya maka semesti pemerintah memperhatikan atau melakukan tindakan
antisipasi sejak awal, oleh karena itu perhatian pemerintah harus diarahkan
pada bagaimana mengontrol atau mengendalikan arus urbanisasi sedemikian rupa
sehingga selalu berjalan serasi dengan kemajuan di berbagai bidang pembangunan
yang ada.
Proses
urbanisasi di Indonesia sangat berkaitan dengan kebijakan pembangunan yang
diambil oleh pemerintah pada masa lampau, baik menyangkut pembangunan spasial
maupun sektoral. Sebagai akibat dari kebijakan spasial maka migrasi desa-kota
sangat mempercepat tempo urbanisasi di beberapa daerah perkotaan.
Selain
itu kebijaksanaan yang bersifat sektoral sangat diperlukan karena secara tidak
langsung juga mempengaruhi urbanisasi, kebijakan sektoral ini antara lain
bidang pendidikan, kependudukan, kebijakan harga, industri dan kebijakan
transportasi serta komunikasi, kebijakan upah dan lain-lain.
Menurut
Todaro (1997:343-345) berpendapat bahwa adapun strategi yang tepat untuk
menanggulangi persoalan migrasi dan kaitannya dengan kesempatan kerja secara
komprehensif, adalah sebagai berikut :
ü Penciptaan
keseimbangan ekonomi yang memadai antara
desa - kota.
Keseimbangan
kesempatan ekonomi yang lebih layak antara desa dan kota merupakan suatu unsur
penting yang tidak dapat dipisahkan
dalam strategi untuk menanggulangi masalah pengangguran di desa-desa
maupun di perkotaan, jadi dalam hal ini perlu ada titik berat pembangunan ke
sektor perdesaan.
ü Perluasan
industri-industri kecil yang padat karya.
Komposisi
atau paduan output sangat mempengaruhi jangkauan kesempatan kerja karena
beberapa produk. Membutuhkan lebih banyak tenaga kerja bagi tiap unit output
dan tiap unit modal dari pada produk atau barang lainnya.
ü Penghapusan
distorsi harga faktor-faktor produksi
Untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan
memperbaiki penggunaan sumber daya modal langka yang tersedia maka upaya untuk
menghilangkan distorsi harga faktor produksi, terutama melalui penghapusan berbagai
subsidi modal dan menghentikan pembakuan tingkat upah diatas harga pasar.
ü Pemilihan
teknologi produksi padat karya yang tepat
Salah
satu faktor utama yang menghambat keberhasilan setiap program penciptaan
kesempatan kerja dalam jangka panjang baik pada sektor industri di perkotaan
maupun pada sektor pertanian diperdesaan adalah terlalu besarnya kekaguman dan
kepercayaan pemerintah dari negara-negara dunia ketiga terhadap mesin-mesin dan
aneka peralatan yang canggih (biasanya hemat tenaga kerja) yang diimpor dari
negara-negara maju.
ü Pengubahan
keterkaitan langsung antara pendidikan dan kesempatan kerja.
Munculnya
fenomena “pengangguran berpendidikan” dibanyak negara berkembang mengundang
berbagai pertanyaan tentang kelayakan pengembangan pendidikan khususnya
pendidikan tinggi secara besar-besaran yang terkadang kelewat berlebihan.
Pengurangan laju pertumbuhan
penduduk melalui upaya pengentasan kemiskinan absolut dan perbaikan distribusi
pendapatan yang disertai dengan penggalakan program keluarga berencana dan
penyediaan pelayanan kesehatan di daerah
perdesaan.
Selain itu dikena pula pembangunan
agropolitan yang dapat mendorong kegiatan sektor pertanian dan sektor
komplemennya di wilayah perdesaan. Untuk itu diharapkan adanya kebijaksanaan
desentralisasi, sehingga terjadi keseimbangan ekonomi secara spasial antar
wilayah perdesaan dengan kawasan perkotaan yang lebih baik dan sekaligus mampu
menyumbang pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Adapun komponen dari
strategi pembangunan agropolitan, antara lain :
·
Melakukan dan
menggalakan kebijaksanaan desentralisasi dan penentuan keputusan alokasi
investasi dengan mempermudah ijin-ijin kepada pihak swasta yang didelegasikan
dari pusat kepada pemerintah daerah dan lokal.
·
Meningkatnya
partisipasi kelompok sasaran dalam pembayaran sub-sub proyek untuk membangun
rasa memiliki terhadap proyek yang dibangun bersama
mereka.
D. Strategi mengendalikan tingkat
urbanisasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan demi
menuntaskan urbanisasi yaitu:
1. Pertama tentu peran pemerintah
pusat sangat tinggi dalam menciptakan lapangan kerja yang lebih terencana dan
permanen di desa, terutama desa tertinggal, lewat menteri yang terkait.
2. Peranan bupati kepala daerah, pemda,
kepala desa sangat dibutuhkan dalam memberi prioritas pembangunan pedesaan
terutama dalam pengurangan kemiskinan dan peluang penciptaan tenaga kerja.
3. Perlu adanya insentif bagi pemuda
yang mau membantu atau berperan dalam pembangunan pedesaan.
4. Perlunya penggalanan dana baik dari
pajak, zakat dan shodakoh untuk membangkitkan peluang usaha baru.
5. Perlu ada komunikasi kota desa
sehingga untuk setiap pemuda yang meninggalkan desa harus berkontribusi dalam
pembangunan desa.
6. Hindari profokasi yang
berlebihan terhadap enaknya hidup di kota.
7.
Promosikan
enaknya hidup di desa.
8. Perlu adanya transmigrasi apabila
terjadi urbanisasi yang sangat meluap
Pengirim Artikel : Nia Ramadhani - PENGERTIAN DAN DEFINISI URBANISASI
SILAHKAN COPY JIKA ARTIKEL INI MENARIK NAMUN HARAP CANTUMKAN SUMBERNYA
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
terima kasih telah berkunjung sobat.
Silahkan komentar,kritik dan sarannya
setidaknya tegur sapa.heheh